Latar belakang masalah
Pentingnya bermain bagi kepribadian
telah diakui secara universal, karena merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia, baik bagi anak maupun orang dewasa.melalui bermain, anak akan belajar
mengenai banyak hal dan melalui bermain keterampilan anak-anak akan berkembang,
yaitu dalam asfek fisik, motorik, kognitif, social serta emosinya. Oleh karena
itu pentingnya bermain sebagai kegiatan
alamiah pada masa kanak-kanak dan sebagai alat untuk belajar. Mengapa demikian?
Karena melalui bermain anak-anak dapat merangsang penginderaan mereka, belajar
bagaimana menggunakan otot-otot tubuhnya, mengkoordinasikan penglihatan dengan
gerakannya, meguasai tubuhnya dan memperoleh keterampilan baru.
Namun, dengan mempertimbangkan
pengakuan pentingya bermain, tampaknya sungguh susah bahwa masih ada yang
sering mempertanyakan atau memerlukan pembenaran mengenai pentingnya bermain
bagi seorang anak. Sementara anak tidak perlu membuktikan mengapa ia perlu
bernafas atau makan, kebutuhannya akan bergerak dan bermain sering dipertanyakan
oleh orang dewasa yang percaya bahwa belajar atau berkembang merupakan suatu
transformasi yang tidak ada kaitannya dengan bermain. Kontroversi mengenai
pentingnya bermain atau peranan khusus bermain dapat timbul disebabkan oleh
cara-cara yang berbeda dalam mengartikannya. Apakah sebetulnya bermain itu?
Tujuan dibuatnya makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Filsafat Olahraga” adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para orang tua tentang pentingnya bermain dan manfaat bermain pada anak. Selain itu dengan adanya makalah ini diharapkan dengan mengetahui serta memahami segala suatu yang berhubungan dengan bermain maka para guru mampu menerapkan di lapangan atau pada saat mengajar anak-anak yang mengikuti program di TK. Proses pembelajaran yang dilakukan sambil bermain dan terarah akan memberikan hasil yang optimal dalam perkembangan anak sehingga tidak ada lagi keluhan bahwa anak TK sudah dibebani kegiatan belajar yang tidak proposional.
Tujuan dibuatnya makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Filsafat Olahraga” adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para orang tua tentang pentingnya bermain dan manfaat bermain pada anak. Selain itu dengan adanya makalah ini diharapkan dengan mengetahui serta memahami segala suatu yang berhubungan dengan bermain maka para guru mampu menerapkan di lapangan atau pada saat mengajar anak-anak yang mengikuti program di TK. Proses pembelajaran yang dilakukan sambil bermain dan terarah akan memberikan hasil yang optimal dalam perkembangan anak sehingga tidak ada lagi keluhan bahwa anak TK sudah dibebani kegiatan belajar yang tidak proposional.
Pengertian permainan, manfaat bermain dan jenis-jenis bermain
PERMAINAN
MENURUT PARA AHLI
Berkaitan dengan permainan Pellegrini dan Saracho, 1991 (dalam Wood, 1996: 3) permainan memiliki sifat sebagai berikut:
(1) permainan dimotivasi secara personal karena memberi rasa kepuasan,
(2) pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada tujuannya,
(3) aktivitas permainan dapat bersifat nonliteral,
(4) permainan bersifat bebas dari aturan-aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturan-aturan yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya,
(5) permainan memerlukan keterlibatan aktif dari pihak pemainnya.
Menurut Framberg (dalam Berky, 1995) permainan merupakan aktivitas yang bersifat simbolik, yang menghadirkan kembali realitas dalam bentuk pengandaian misalnya, bagaimana jika, atau apakah jika yang penuh makna. Dalam hal ini permainan dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau mengasyikkan, bahkan ketika siswa terlibat dalam permainan secara serius dan menegangkan sifat sukarela dan motivasi datang dari dalam diri siswa sendiri secara spontan.
Berkaitan dengan permainan Pellegrini dan Saracho, 1991 (dalam Wood, 1996: 3) permainan memiliki sifat sebagai berikut:
(1) permainan dimotivasi secara personal karena memberi rasa kepuasan,
(2) pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada tujuannya,
(3) aktivitas permainan dapat bersifat nonliteral,
(4) permainan bersifat bebas dari aturan-aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturan-aturan yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya,
(5) permainan memerlukan keterlibatan aktif dari pihak pemainnya.
Menurut Framberg (dalam Berky, 1995) permainan merupakan aktivitas yang bersifat simbolik, yang menghadirkan kembali realitas dalam bentuk pengandaian misalnya, bagaimana jika, atau apakah jika yang penuh makna. Dalam hal ini permainan dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau mengasyikkan, bahkan ketika siswa terlibat dalam permainan secara serius dan menegangkan sifat sukarela dan motivasi datang dari dalam diri siswa sendiri secara spontan.
Menurut
Hidayat (1980: 5) permainan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1) adanya seperangkat peraturan yang eksplisit yang mesti dipatuhi oleh para pemain, (2) adanya tujuan yang harus dicapai pemain atau tugas yang mesti dilaksanakan.
Menurut Kimpraswil (dalam As’adi Muhammad, 2009: 26) menyatakan definisi permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik.
Menurut Joan Freeman dan Utami Munandar (dalam Andang Ismail, 2009: 27) mendefinisikan permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.
Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan definisi permainan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional.
(1) adanya seperangkat peraturan yang eksplisit yang mesti dipatuhi oleh para pemain, (2) adanya tujuan yang harus dicapai pemain atau tugas yang mesti dilaksanakan.
Menurut Kimpraswil (dalam As’adi Muhammad, 2009: 26) menyatakan definisi permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik.
Menurut Joan Freeman dan Utami Munandar (dalam Andang Ismail, 2009: 27) mendefinisikan permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.
Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan definisi permainan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional.
1.
Manfaat
Bermain dalam Perkembangan Fisik
Salah
satu ciri dari anak usia pra sekolah adalah seneng bergerak, dan secara fisik
ia aktif seklai untuk beraktivitas. Melalui bermain maka ia dapat menyalurkan
energi tubuhnya yang sedang senang bergerak sehingga ia pun memperoleh kepuasan
dan tidak merasa dirinya dikekang. Dengan bergerak naik-turun tangga, berlarian
di sekitar ruangan, jumpalitan, melompat, meloncat, meniti, bermain perosotan,
bermain ayunan dan seterusnya maka otot-otot tubuhnya pun menjadi kuat dan
tubuhnya menjadi sehat.
Ada
manfaat ganda yang diperoleh anak dari kegiatan fisik semacam ini, ia akan
merasa lebih percaya diri karena mampu melakukan berbagai gerakan dan
memudahkannya untuk berbaur dengan sesama anak. Batas dirinya dengan orang lain
akan hilang karena anak-anak ini melakukan kegiatan yang menyenangkan, ia lupa
bahwa anak yang baru dijumpainya di lokasi bermain adalah orang asing. Mereka
akan tertawa bersama sambil bermain dan pertemanan pun akan berlanjut. Guru pun
dapat memanfaatkan situasi ini sebagai upaya dalam melakukan pendekatan
terhadap anak, maka sangatlah bijaksana bila guru mampu memahami kebutuhan
anak-anak ini untuk bergerak bebas, apalagi setelah berjam-jam mereka harus
duduk mengerjakan tugas di dalam kelas.
2.
Manfaat
Bermain dalam Perkembangan Motorik
Sumbangan
bermain terhadap perkembangan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus
sudah sangat jelas. Bila kita perhatikan anak menjelang usia dua tahunan
bermain dengan berlari-lari kecil maka selanjutnya di usia tiga tahunan anak
tersebut sudah terampil berlari. Beda halnya dengan anak yang kurang diberi
kesempatan untuk melakukan aktivitas ini, gerakan berlarinya nampak canggung
sekalipun usianya sudah tiga tahun. Hal ini berlaku pula dalam aktivitas lain
yang membutuhkan gerakan motorik kasar, sperti melompat, meloncat, meniti dan
berjumpalitan. Bila anak-anak diberi kesempatan untuk melakukannya, maka mereka
akan lincah bergerak.
Dalam
hal perkembangan motorik halus, anak-anak dapat dilatih keterampilannya melalui
berbagai aktivitas yang menunjang. Beberapa kegiatan yang menunjang antara lain
mencoret-coret di kertas, yang akan berkembang menjadi coretan benang kusut,
kemudian menjadi garis lurus, lengkung dan seterusnya. Sekalipun kematangan
motorik mempunyai peranan besar tetapi tanpa latihan yang dilakukan melalui
bermain maka perkembangan motorik tidak berkembang dengan pesat.
3.
Manfaat
Bermain dalam Perkembangan Kognitif
Asfek
kognitif berkaitan dengan daya ingat, daya tangkap, daya memahami suatu
informasi, pengetahuan yang dikuasai seseorang, daya nalar, daya analisis, daya
imajinasi, dan daya cipta atau kreativitas (Reber, 1995). Melalui bermain anak
akan belajar berbagai pengetahuan dan konsep dasar. Pengetahuan akan
konsep-konsep ini jauh lebih mudah diperoleh melalui kegiatan bermain, sebab
rentang waktu dan perhatian anak masih terbatas. Cara terbaik untuk dan yang
paling tepat untuk memperkenalkan berbagai pengetahuan dan konsep dasar adalah
melalui bermain. Misalnya untuk memperkenalkan konsep warna dilakukan sambil
bermain melempar bola ke keranjang biru dan seterusnya. Daya cipta misalnya
dapat dikembangkan melalui bermain konstruktif. Anak diminta untuk menyusun
sejumlah balok atau kepingan-kepingan plastik untuk membentuk sesuatu atau
menggambar berdasarkan imajinasinya.
Pengetahuan
alam sekitar dapat diperkenalkan melalui tumbuh-tumbuhan, hewan, serangga yang
hidup di lingkungan anak. Sambil bermain di kebun atau di lapangan, mereka
dapat memetik pengetahuan mengenai lingkungannya. Dengan demikian, anak dapat
memperoleh pengetahuan tidak hanya dari buku yang dibacanya atau dari cerita
guru di dalam kelas saja melainkan melalui pengalaman langsung dengan melihat,
mengamati, mendengar, memegang, meraba dan mencium secaralangsung benda-benda
tersebut.
4.
Manfaat
Bermain dalam Perkembangan Bahasa
Menurut
Vygotsky (Owens, 1996) Bahasa merupakan faktor penting untuk dikuasai manusia
karena perkembangan intelektual seorang anak terkait dengan bahasa. Bahasa
membantu anak mengarahkan pikiran, menajamkan ingatan, melakukan kategorisasi,
dan mempelajari hal-hal baru sehingga kemampuan berpikir anak semakin
meningkat.
Pada
usia empat tahun diharapkan anak sudah dapat menggunakan lebih dari seribu kata
dan di usia enam tahun menggunakan 2600 kata dan mampu memahami 20.000 kata
(Owens, 1996). Sejak usia satu setengah tahun anak dapat mempelajari sekitar 9
kata baru setiap harinya (Rice dalam Papalia et all., 2004). Kriteria tersebut
tidak berlaku mutlak, tetapi dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam membantu
perkembangan bahasa pada anak.
Penguasaan
kosa kata dan kemampuan berbicara diperoleh dari interaksi anak dengan
orang-orang di sekitarnya. Teman sebaya merupakan agen penting bagi anak untuk
mengembangkan kemampuan bahasanya yang pada umumya di dapat melalui kegiatan
bermain. Bermain bersama-sama dengan
teman akan memberikan kesempatan pada anak untuk berkomunikasi satu sama lain,
kosa kata serta pengetahuan baru pun ia peroleh. Selain itu ada permainan yang
mempunyai fungsi mengembangkan kemampuan bahasa, antara lain melalui buku
cerita, bermain khayal, bermain kata-kata dan masih banyak lagi.
5.
Manfaat
Bermain dalam Perkembangan Sosial
Di
usia pra sekolah, anak perlu belajar dengan orang tua atau pengasuhnya.
Perpisahan dengan orang tua, atau pengasuhnya tidak akan begitu dirasakan oleh
anak bila dilakukan dalam situasi bermain yang menyenangkan hatinya.
Sebaliknya, melalui bermain pula, anak akan semakin mahir bersosialisasi dengan
orang lain dan teman-teman sebayanya. Bersosialisasi diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk dapat berbaur dengan orang lain, menyesuaikan diri
dengan kegiatan dan kebiasaan kelompok, dan dengan segala macam orang yang
memiliki karakterisatik unik. Anak pun belajar untuk berbagi dengan sesama
teman, menunggu giliran sehingga ia belajar untuk bersabar diri. Kemampuan
memecahkan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan kehidupan anakpun akan ia
temukan. Misalnya bagaimana ia harus mencari upaya agar barang yang menjadi
miliknya tidak dirampas begitu saja oleh anak lain dan sebaliknya. Bagaimana
aturan permainan harus dibuat agar pertengkaran dapat dihindari. Melalui
bermain ia akan belajar berkomunikasi dengan sesama teman, baik dalam hal
mengemukakan pikiran, pendapat, perasaannya, maupun memahami apa yang
disampaikan oleh teman sehingga hubungan dapat terbina dan anak-anak saling
bertukar informasi.
6.
Manfaat
Bermain dalam Perkembangan Emosi dan Kepribadian
Bermain
merupakan suatu kegiatan yang sudah ada dengan sendirinya pada setiap anak dan
menjadi kebutuhan mereka. Melalui bermain anak dapat melepaskannya ketegangan-ketegangan
yang diambiulnya karena banyaknya larangan yang harus ia hadapi dalam kehidupan
sehari-hari. Sekaligus ia dapat memenuhi kebutuhan dan dorongan dari dalam diri
yang tidak mungkin terpuaskan dalam kehidupan nyata sehingga setidaknya akan
membuat anak merasa lega serta rileks.
Dari
kegiatan bermain bersama teman maka ia dapat menilai dirinya sendiri. Apa yang
menjadi kelebihannya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri yang
positif, yaitu mempunyai rasa percaya diri dan harga diri. Anak akan belajar
bagaimana harus bersikap dan bertingkah laku agar dapat bekerja sama dengan
orang lain, bersikap jujur, murah hati, tulus dan sebagainya.
Menurut
Papalia et al, secara garis besar kegiatan bermain pada anak usia 4 – 6 tahun
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu bermain fungsional, bermain
konstruktif dan bermain khayal. Pengelompokkan ini didasarkan atas kompleksitas
perkembangan kognitif seseorang.
a.
Bermain
fungsional
Bermain
fungsional sudah dimulai pada usia bayi dan merupakan bentuk bermain yang
paling sederhana bila ditinjau dari tingkat perkembangan kognitif Piaget (tahap
sensorimotor), yang dimaksud dengan bermain fungsional adalah kegiatan bermain
yang ditandai dengan gerakan otot(mascular) yang berulang-ulang. Menurut
Jonhson et.al.(1999) kegiatan bermain semacam ini disebut sebagai motor play
karena membutuhkan keterampilan motor atau fisik untuk melakukannya misalnya
menggelindingkan atau memantulkan bola ke lantai. Setelah keterampilan motorik
kasar anak bertambah baik maka anak-anak usia pra sekolah akan melakukan
gerakan berlari-larian, melompat, meloncat, melempar, menendang, memanjat,
meniti, berdiri di atas satu kaki atau melompat dengan satu kaki, mengendarai
sepeda roda dua, dan sebagainya. Selain aktivitas yang membutuhkan otot kasar
(motorik kasar), anak-anak pun akan mengembangkan kemampuan halusnya (motorik
halus).
Berdasarkan
pengertian bermain fungsional maka aktivitas bermain ini akan menambah kekuatan
fisik, otot tubuh dan keterampilan motorik kasar. Secara tidak lansung kegiatan
ini akan berdampak pada perkembangan kepribadian anak. Karena anak merasa mampu
melakukan berbagai macam gerakan, ia menjadi lebih percaya diri dan tidak
canggung-canggung untuk melibatkan diri dalam kegiatan bermain bersama dengan
teman sebaya. Bermain fungsional merupakan dasar dari kemampuan berolahraga
yang bisa ditekuni anak di kemudian hari.
b.
Bermain
konstruktif
Ditinjau
dari kompleksitas perkembangan kognitif, bermain konstruktif adalah kegiatan bermain
yang lebih kompleks dibandingkan bermain fungsional (Papalia. et.al., 2004).
Bermain konstruktif adalah kegiatan bermain yang menggunakn objek atau bahan
tertentu untuk membentuk sesuatu misalnya, membangun rumah-rumahan dari
balok-balok atau kardus bekas, menggambar, melukis, membentuk lilin mainan
ataupun play dough, dan sebagainya. Menurut Jonhson (Papalia et.al., 2004) anak
usia 4 tahun yang berada di TK ataupun tempat penitipan anak menghabiskan lebih
dari separuh waktunya untuk melakukan kegiatan semacam ini dan kegiatannya
semakin terelaborasi pada anak usia 5 – 6 tahun.
Kegiatan
bermain konstruktif merangsang kreativitas serta imajinasi anak, ia harus dapat
membayangkan bentuk yang akan dibuat, cita rasa seni pun dibutuhkan sehingga
hasilnya enak dilihat. Keterampilan motorik halus pun akan terasah melalui
aktiviytas ini. Ketekunan serta konsentrasi juga diperlukan sehingga kegiatan
bermain konstruktif sangat sarat dengan berbagi manfaat. Mengingat kemampuan
anak berkembang secara bertahap, tidaklah mengherankan bila hasil karyanya
terlihat belum indah di mata orang dewasa. Yang penting anak mau mencoba dan
menikmati kegiatan bermain konstruktif. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam kegiatan jenis ini, yaitu sebagai berikut :
1). Anak perlu
diberi kesempatan untuk mau melakukannya. Mengingat setiap anak adalah unit
maka sangat besar kemungkinannya ada anak yang kurang menyukai kegiatan bermain
konstruktif. Maka tugas orang dewasalah untuk dengan sabar membujuk dan
menggiring anak agar mau melakukannya.
2). Mengingat
perkembangan kognitif anak berada pada tahap praoperasional dengan ciri
egosentris maka sangat dimungkinkan hasil karya anak bila ditinjau dari
bentuknya tidak atau kurang sesuai dengan tema yang ia sebutkan. Misalnya
bangunan yang dibentuk ari balok-balok disebut oleh anak sebagi roket, padahal
bentuknya sama sekali tidak sesuai. Gambar mobil yang sudah dibuatnya dengan
susah payah tiba-tiba dicoret-coret dengan warna hitam dengan alasan “mobilnya
terbakar”. Kondisi ini harus ditanggapi secara positif dan anak tidak patut
dipersalahkan. Orang dewasa harus melihanya dari kaca mata anak. Yang penting
anak menikmati kegiatannya dan merasa puas serta bahagia karena jerih payahnya
dihargai oleh orang lain.
3). Ada anak yang
unggul dalam jenis kegiatan bermain yang satu tetapi kurang unggul dalam
kegiatan bermain jenis lainnya.
c.
Bermain
destruktif
Anak
bereksperimen dengan benda-benda yang diperlakukan secara destruktif, yaitu
melempar, memecahkan, menendang, menyobek-nyobek, atau membanting sesuatu.
Suara dari sesuatu yang runtuh, roboh, jatuh, pecah, dan sebagainya memberikan
pengalaman yang menyenangkan bagi anak. Ia akan menyusun suatu menara dan
merobuhkannya kembali. Ia dapat merusak sesuatu karena ingin tahu bagaimana
sesuatu bekerja. Kadang-kadang anak merusak sesuatu tanpa niat untuk
merusaknya. Misalnya menggunting rambut boneka, karena ia sendiri bari saja
dipotong rambutnya. Tentu saja permaina destruktif ini tidak selalu bisa
ditolerir orang dewasa, namun orang tua sebaiknya berusaha memahami tingkah
laku anak.
d.
Bermain
kreatif
Bermain
kreatif dapat mengikuti tahap bersksperimen dengan material untuk membuat
benda-benda. Dalam bermain kreatif, anak menggunakn imajinasinya, pikirannya,
dan pertimbangannya untuk mencipta sesuatu, atau membuat kombinasi-kombinasi
baru dari komponen-komponen alat permainan (misalnya pada permainan lego atau
Lasy) atau menggunakan bahan-bahan yang tidak terpakai lagi (daur ulang) dengan
material yang tersedia, ia menggambar, melukis, membuat pola-pola sebagi
ungkapan perasaannya. Apa yang diciptakan seorang anak mungkin tidak jelas bagi
orang dewasa; hanya anak dapat menjelaskannya sendiri.
Tujuan Bermain
Bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak, meliputi dunia fisik, sosial, dan komunikasi, Diana Mutiah (2010:146). Kegiatan bermain memengaruhi enam aspek perkembangan anak meliputi : aspek kognisi, sosial, emosional, komunikasi, kesadaran diri, dan keterampilan motorik Catron dan Allen, Diana Mutiah (2010:146).
Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, Diana Mutiah (2010:92). Bermain harus dilakukan dengan rasa senang, sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak.
Menurut Vygotsky dalam buku Psikologi Bermain anak Usia Dini. Diana Mutiah (2010:146), bermain akan memengaruhi perkembangan anak melalui tiga cara, yaitu bermain dapat menciptakan suatu kemampuan yang potensial pada anak kepada kemampuan yang aktual, memfasilitasi separasi (pemisahan) pikiran dari objek dan aksi, dan mengembangkan penguasaan diri. Adapun tujuan bermain menurut Diana Mutiah (2010 : 146) ditinjau dari aspek perkembangan dapat dioptimalkan, antara lain adalah :
a. Bermain untuk Pengembangan Kognisi Anak.
1). Bermain membantu anak membangun konsep dan pengetahuan
Anak-anak tidak membangun konsep atau pengetahuan dalam kondisi yang terisolasi, melainkan melalui interaksi dengan orang lain Bredekamp dan Coople. Diana Mutiah (2010:149)
2). Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
Proses ini terjadi ketika anak bermain peran dan bermain pura-pura. Vigotsky (Diana Mutiah 2010:148) menjelaskan bahwa anak sebenarnya belum berpikir abstrak. Makna dan objek masih berbaur menjadi satu. Ketika anak bermain telepon-teleponan, anak belajar bagaimana memahami perspektif orang lain, menemukan strategi bermain bersama orang lain, dan memecahkan masalah.
3). Bermain mendorong anak untuk berpikir kreatif
Bermain mendukung tumbuhnya pikiran kreatif, karena dalam bermain anak memilih sendiri kegiatan yang mereka sukai belajar membuat identifikasi tentang banyak hal, belajar menikmati proses sebuah kegiatan, belajar mengontrol diri mereka sendiri dan belajar mengenali makna sosial dan keberadaan diri di antara teman sebaya.
b. Bermain untuk Pengembangan Sosial-Emosional
1). Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan mengorganisasi dan menyelesaikan masalah. Anak-anak yang bermain mesti berpikir tentang bagaimana mengorganisasi materi sesuai dengan tujuan mereka bermain. Anak-anak yang bermain “dokter-dokteran“. Misalnya, harus berpikir di mana ruang dokter, apa yang digunakan sebagai stetoskop anak juga akan memikirkan tugas dokter dan mempertimbangkan materi-materi tertentu, seperti warna, ukuran, dan bentuk agar sesuai dengan karakteristik dokter yang diperankan. Selama bermain itu, menurut Catron dan Allen Diana Mutiah (2010:149), anak menemukan pengalaman baru, manipulasi benda dan alat-alat, berinteraksi dengan anak lain, dan mulai menyusun pengetahuan tentang dunia.
2). Bermain meningkatkan kompetensi sosial anak
Menurut Catron dan Allen dalam buku yang sama, bermain mendukung perkembangan sosialisasi, seperti : interaksi sosial, kerjasama, menghemat sumber daya dan peduli terhdap orang lain.
3). Bermain membantu anak mengekspresikan dan mengurangi rasa takut.
Suatu studi melaporkan adanya reaksi sekelompok anak setelah menyaksikan kecelakaan di taman bermain dan mendeskripsikan bagaimana melampiaskan tekanan itu melalui bermain, Brown, dkk dalam brewer. Diana Mutiah ( 2010:150). Anak-anak dalam kelompok yang berbeda, tetapi setiap kelompok mengungkapkan ketakutan mereka dan mencoba membebaskan melalui permainan ”rumah sakit-rumah sakitan“ atau permainan lain yang menceritakan orang yang kesakitan.
c. Bermain untuk Pengembangan Motorik
1). Bermain membantu anak mengontrol gerak motorik kasar anak.
Melalui bermain, dapat mengontrol motorik kasar. Pada saat bermain itulah, mereka dapat mempraktikan semua gerakan motorik kasar seperti berlari, melompat, meloncat. Anak-anak terdorong untuk mengangkat, membawa, berjalan atau meloncat, berputar, dan beralih respon untuk irama.
2). Bermain membantu anak menguasai keterampilan motorik halus.
Melalui bermain anak dapat mempraktikan keterampilan motorik halus mereka seperti menjahit, menata puzzle, memaku paku ke papan, mengecat.
d. Bermain untuk Pengembangan Bahasa / Komunikasi.
1). Bermain membantu anak meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Bermain menyediakan ruang dan waktu bagi anak untuk berinteraksi dengan orang lain, mereka saling berbicara, mengeluarkan pendapat, bernegosiasi, dan menemukan jalan tengah bagi setiap persoalan yang muncul. Terlebih-lebih dalam bermain peran memiliki manfaat yang sangat besar terutama untuk menunjang perkembangan bahasa dan berbahasa anak. Bahkan bermain peran memiliki andil yang besar bagi perkembangan kognitif, emosi, dan sosial anak Bredekamp dan Coople (Diana Mutiah 2010:152).
2). Bermain menyediakan konteks yang aman dan memotivasi anak belajar bahasa kedua.
Bermain juga menyediakan konteks yang aman dan memotovasi anak untuk belajar bahasa kedua Heart dalam Bredekamp dan Coople (Diana Mutiah 2010:152), karena pada saat bermain, anak-anak mempraktikan serpihan-serpihan bahasa lain, seperti “Hello, how are you ? (Hallo, apa kabarmu)“ Oleh karena itu serpihan-serpihan bahasa memberi efek kebanggaan, anak-anak semakin terpacu untuk menambah kosakata bahasa kedua tersebut.
Bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak, meliputi dunia fisik, sosial, dan komunikasi, Diana Mutiah (2010:146). Kegiatan bermain memengaruhi enam aspek perkembangan anak meliputi : aspek kognisi, sosial, emosional, komunikasi, kesadaran diri, dan keterampilan motorik Catron dan Allen, Diana Mutiah (2010:146).
Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, Diana Mutiah (2010:92). Bermain harus dilakukan dengan rasa senang, sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak.
Menurut Vygotsky dalam buku Psikologi Bermain anak Usia Dini. Diana Mutiah (2010:146), bermain akan memengaruhi perkembangan anak melalui tiga cara, yaitu bermain dapat menciptakan suatu kemampuan yang potensial pada anak kepada kemampuan yang aktual, memfasilitasi separasi (pemisahan) pikiran dari objek dan aksi, dan mengembangkan penguasaan diri. Adapun tujuan bermain menurut Diana Mutiah (2010 : 146) ditinjau dari aspek perkembangan dapat dioptimalkan, antara lain adalah :
a. Bermain untuk Pengembangan Kognisi Anak.
1). Bermain membantu anak membangun konsep dan pengetahuan
Anak-anak tidak membangun konsep atau pengetahuan dalam kondisi yang terisolasi, melainkan melalui interaksi dengan orang lain Bredekamp dan Coople. Diana Mutiah (2010:149)
2). Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
Proses ini terjadi ketika anak bermain peran dan bermain pura-pura. Vigotsky (Diana Mutiah 2010:148) menjelaskan bahwa anak sebenarnya belum berpikir abstrak. Makna dan objek masih berbaur menjadi satu. Ketika anak bermain telepon-teleponan, anak belajar bagaimana memahami perspektif orang lain, menemukan strategi bermain bersama orang lain, dan memecahkan masalah.
3). Bermain mendorong anak untuk berpikir kreatif
Bermain mendukung tumbuhnya pikiran kreatif, karena dalam bermain anak memilih sendiri kegiatan yang mereka sukai belajar membuat identifikasi tentang banyak hal, belajar menikmati proses sebuah kegiatan, belajar mengontrol diri mereka sendiri dan belajar mengenali makna sosial dan keberadaan diri di antara teman sebaya.
b. Bermain untuk Pengembangan Sosial-Emosional
1). Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan mengorganisasi dan menyelesaikan masalah. Anak-anak yang bermain mesti berpikir tentang bagaimana mengorganisasi materi sesuai dengan tujuan mereka bermain. Anak-anak yang bermain “dokter-dokteran“. Misalnya, harus berpikir di mana ruang dokter, apa yang digunakan sebagai stetoskop anak juga akan memikirkan tugas dokter dan mempertimbangkan materi-materi tertentu, seperti warna, ukuran, dan bentuk agar sesuai dengan karakteristik dokter yang diperankan. Selama bermain itu, menurut Catron dan Allen Diana Mutiah (2010:149), anak menemukan pengalaman baru, manipulasi benda dan alat-alat, berinteraksi dengan anak lain, dan mulai menyusun pengetahuan tentang dunia.
2). Bermain meningkatkan kompetensi sosial anak
Menurut Catron dan Allen dalam buku yang sama, bermain mendukung perkembangan sosialisasi, seperti : interaksi sosial, kerjasama, menghemat sumber daya dan peduli terhdap orang lain.
3). Bermain membantu anak mengekspresikan dan mengurangi rasa takut.
Suatu studi melaporkan adanya reaksi sekelompok anak setelah menyaksikan kecelakaan di taman bermain dan mendeskripsikan bagaimana melampiaskan tekanan itu melalui bermain, Brown, dkk dalam brewer. Diana Mutiah ( 2010:150). Anak-anak dalam kelompok yang berbeda, tetapi setiap kelompok mengungkapkan ketakutan mereka dan mencoba membebaskan melalui permainan ”rumah sakit-rumah sakitan“ atau permainan lain yang menceritakan orang yang kesakitan.
c. Bermain untuk Pengembangan Motorik
1). Bermain membantu anak mengontrol gerak motorik kasar anak.
Melalui bermain, dapat mengontrol motorik kasar. Pada saat bermain itulah, mereka dapat mempraktikan semua gerakan motorik kasar seperti berlari, melompat, meloncat. Anak-anak terdorong untuk mengangkat, membawa, berjalan atau meloncat, berputar, dan beralih respon untuk irama.
2). Bermain membantu anak menguasai keterampilan motorik halus.
Melalui bermain anak dapat mempraktikan keterampilan motorik halus mereka seperti menjahit, menata puzzle, memaku paku ke papan, mengecat.
d. Bermain untuk Pengembangan Bahasa / Komunikasi.
1). Bermain membantu anak meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Bermain menyediakan ruang dan waktu bagi anak untuk berinteraksi dengan orang lain, mereka saling berbicara, mengeluarkan pendapat, bernegosiasi, dan menemukan jalan tengah bagi setiap persoalan yang muncul. Terlebih-lebih dalam bermain peran memiliki manfaat yang sangat besar terutama untuk menunjang perkembangan bahasa dan berbahasa anak. Bahkan bermain peran memiliki andil yang besar bagi perkembangan kognitif, emosi, dan sosial anak Bredekamp dan Coople (Diana Mutiah 2010:152).
2). Bermain menyediakan konteks yang aman dan memotivasi anak belajar bahasa kedua.
Bermain juga menyediakan konteks yang aman dan memotovasi anak untuk belajar bahasa kedua Heart dalam Bredekamp dan Coople (Diana Mutiah 2010:152), karena pada saat bermain, anak-anak mempraktikan serpihan-serpihan bahasa lain, seperti “Hello, how are you ? (Hallo, apa kabarmu)“ Oleh karena itu serpihan-serpihan bahasa memberi efek kebanggaan, anak-anak semakin terpacu untuk menambah kosakata bahasa kedua tersebut.
Hakikat permainan
·
Permainan
adalah kegiatatn yang palig murni, yang paling spiritual dari manusia.karena
permainan memberikan kesenangan, kebebasan,kepuasan, ketengangan lahir batin
dan perdamaian dengan dunia.(Froebel)
·
Tidak
ada yang bermanfaat dan tidak ada kebenaran yang hakiki selain kriteria pesona
yang ada dalam permainan dan kesenangan yang diperolehnya. ( Plato )
Bagaimana menyediakan fasilitas yang tepat untuk bermain
Hal
ini meliputi pokok-pokok sebagai berikut :
·
Situasi sosial: kesempatan untuk belajar dari
anak-anak lain dengan berbagi pengalaman dengan mereka.
·
Bahan permainan: mencakup bahan-bahan alamiah (pasir,
air, tanah liat dan sebagainya), balok-balok dan alat permainan konstruktif,
alat-alat musik,alat-alat rumah tangga, alat-alat permainan yang besar, seperti
ayunan atau luncuran.
·
Obyek-obyek yang merangsang alat-alat indra:
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pencecapan.
·
Media cetak dan elektronik: buku, peta, ensiklopedia,
kaset, film, alat pemotret, dan sebagainya.
·
Kejadian-kejadian, seperti mengunjungi kebun binatang,
taman safari, kantor pos, dan pasar swalayan.
·
Suasana dan iklim di mana anak merasa bebas untuk
bereksplorasi dan belajar melalui kegiatan bermain, yang didukung orang dewasa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bermain
merupakan suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh
baik fisik, intelektual, sosial moral dan emosioanl. Bermain mempunyai manfaat
besar bagi perkembangan anak, diantaranya dalam perkembangan fisik,
perkembangan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan
sosial, perkembangan emosi dan kepribadian. Agar terciptanya bermain dan
belajar kreatif tentunya peran oran tua sangat berpengaruh selain peran guru.
Disamping itu para guru atau orang tua perlu menyediakan fasilitas yang
tepatuntuk bermain diantaranya dengan memperhatikan beberapa pokok yaitu:
situasi sosial, bahan permainan, obyek-obyek yang merangsang alat indra, media
cetak dan elektronik, suasana dan iklim.
B. Saran
Beberapa
saran yang dapat diberikan :
1.
Orang tua
perlu diberi informasi tentang pentinya bermain dan makna alat permainan.
2.
Orang tua
perlu mengetahui pilihan alat permainan yang tepat dan sesuai dengan umur anak.
3.
Orang tua
dapat dilibatkan dalam pembuatan atau produksi alat permainan yang edukatif dan
kreatif.
4.
Orang tua
dapat dilatih untuk membuat sendiri alat permainan yang sederhana dari
bahan-bahan alam Indonesia.
C.DAFTAR PUSTAKA
http://tentang permainan.com/2008/06/permainan-menurut-para-ahli.html
0 Response to "Pegertian permainan, manfaat bermain, jenis-jenis bermain dan hakikat permainan"
Post a Comment
Komentar dengan bijak sesuai topik ! :*